BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pemikiran-pemikiran evolusi sepetri nenek
moyang bersama dan transmutasi
spesies telah ada paling tidak sejak abad ke-6 SM, ketika
hal ini dijelaskan secara rinci oleh seorang filsuf Yunani, Anaximander.
Beberapa orang dengan pemikiran yang
sama meliputi Empedokles,
Lucretius,
biologiawan Arab Al Jahiz,
filsuf Persia Ibnu
Miskawaih, Ikhwan As-Shafa,
dan filsuf Cina Zhuangzi.
Seiring dengan berkembangnya
pengetahuan biologi pada abad ke-18, pemikiran evolusi mulai ditelusuri oleh
beberapa filsuf seperti Pierre
Maupertuis pada tahun 1745 dan Erasmus
Darwin pada tahun 1796. Pemikiran biologiawan Jean-Baptiste
Lamarck tentang transmutasi
spesies memiliki pengaruh yang luas. Charles Darwin
merumuskan pemikiran seleksi
alamnya pada tahun 1838 dan masih mengembangkan
teorinya pada tahun 1858 ketika Alfred
Russel Wallace mengirimkannya teori yang mirip dalam suratnya
"Surat dari Ternate". Keduanya
diajukan ke Linnean
Society of London sebagai dua karya yang terpisah. Pada akhir
tahun 1859, publikasi Darwin, On
the Origin of Species, menjelaskan seleksi alam secara mendetail
dan memberikan bukti yang mendorong penerimaan luas evolusi dalam komunitas
ilmiah.
Perdebatan mengenai mekanisme evolusi terus berlanjut,
dan Darwin tidak dapat menjelaskan sumber variasi terwariskan yang diseleksi
oleh seleksi alam. Seperti Lamarck, ia beranggapan bahwa orang tua mewariskan
adaptasi yang diperolehnya selama hidupnya, teori yang kemudian disebut sebagai
Lamarckisme.
Pada tahun 1880-an, eksperimen August Weismann
mengindikasikan bahwa perubahan ini tidak diwariskan, dan Lamarkisme berangsur-angsur
ditinggalkan. Selain itu, Darwin tidak dapat menjelaskan bagaimana sifat-sifat
diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lain. Pada tahun 1865, Gregor Mendel
menemukan bahwa pewarisan
sifat-sifat dapat diprediksi. Ketika karya Mendel ditemukan kembali pada
tahun 1900-an, ketidakcocokan atas laju evolusi yang diprediksi oleh genetikawan
dan biometrikawan
meretakkan hubungan model evolusi Mendel dan Darwin.
Walaupun demikian, adalah penemuan kembali karya Gregor
Mendel mengenai genetika (yang tidak diketahui oleh Darwin dan Wallace) oleh Hugo de Vries
dan lainnya pada awal 1900-an yang memberikan dorongan terhadap pemahaman
bagaimana variasi terjadi pada sifat tumbuhan dan hewan. Seleksi alam
menggunakan variasi tersebut untuk membentuk keanekaragaman sifat-sifat
adaptasi yang terpantau pada organisme hidup. Walaupun Hugo de Vries
dan genetikawan pada awalnya sangat kritis terhadap teori evolusi, penemuan
kembali genetika dan riset selanjutnya pada akhirnya memberikan dasar yang kuat
terhadap evolusi, bahkan lebih meyakinkan daripada ketika teori ini pertama
kali diajukan.
Kontradiksi antara teori evolusi Darwin melalui seleksi
alam dengan karya Mendel disatukan pada tahun 1920-an dan 1930-an oleh
biologiawan evolusi seperti J.B.S. Haldane,
Sewall
Wright, dan terutama Ronald Fisher,
yang menyusun dasar-dasar genetika populasi.
Hasilnya adalah kombinasi evolusi melalui seleksi alam dengan pewarisan Mendel
menjadi sintesis
evolusi modern. Pada tahun 1940-an, identifikasi DNA sebagai bahan genetika oleh Oswald
Avery beserta publikasi struktur DNA oleh James Watson
dan Francis
Crick pada tahun 1953, memberikan dasar fisik pewarisan ini.
Sejak saat itu, genetika
dan biologi
molekuler menjadi inti biologi
evolusioner dan telah merevolusi filogenetika.
Pada awal sejarahnya, biologiawan evolusioner utamanya
berasal dari ilmuwan yang berorientasi pada bidang taksonomi. Seiring dengan
berkembangnya sintesis evolusi modern, biologi evolusioner menarik lebih banyak
ilmuwan dari bidang sains biologi lainnya. Kajian biologi evolusioner masa kini
melibatkan ilmuwan yang berkutat di bidang biokimia,
ekologi,
genetika,
dan fisiologi.
Konsep evolusi juga digunakan lebih lanjut pada bidang seperti psikologi,
pengobatan,
filosofi,
dan ilmu
komputer.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Apa
pengertian evolusi?
2. Bagaimana
mekanisme terjadinya evolusi?
3. Apa
saja akibat dari evolusi?
4. Apa
pengertian kepunahan jenis?
5. Apa
saja faktor penyebab kepunahan jenis?
C. TUJUAN
1. Mengetahui
pengertian evolusi.
2. Mengetahui
mekanisme terjadinya evolusi.
3. Mengetahui
akibat evolusi.
4. Mengetahui
pengertian kepunahan jenis.
5. Mengetahui
faktor penyebab kepunahan jenis.
BAB II
ISI
I.
EVOLUSI
A. Pengertian Evolusi
Evolusi (dalam kajian biologi)
berarti perubahan pada sifat-sifat terwariskan suatu populasi
organisme
dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dari uraian tersebut berarti bahwa
berbagai tipe binatang dan tumbuhan berasal dari tipe-tipe yang sebelumnya
telah ada dan bahwa perbedaannya karena modifikasi dari generasi ke generasi.
Perubahan-perubahan ini disebabkan oleh kombinasi tiga proses utama: variasi,
reproduksi, dan seleksi. Sifat-sifat yang menjadi dasar evolusi ini dibawa oleh
gen
yang diwariskan kepada keturunan suatu makhluk hidup dan menjadi bervariasi
dalam suatu populasi.
Charles Darwin sebagai tokoh evolusi
yang terkenal menyatakan bahwa semua
species berhubungan satu sama lain dan mempunyai "common ancestor"
(berasal dari satu garis keturunan) dan melalui mutasi species baru muncul.
Ia mendukung adanya teori evolusi. Teorinya mengenai seleksi alami dengan uraiannya mengenai perjuangan hidup
(struggle for existence) menjelaskan adanya banyak variasi pada kebanyakan
spesies sebagai akibat dari seleksi alami dan perbanyakan hanya terjadi pada
organisme yang paling adaptif terhadap lingkungannya dan yang paling berhasil
dalam perkawinan untuk menghasilkan keturunan.
Dalam buku “On The Origin Of Species By Means
Of Natural Selection” berisi dua teori pokok:
1. Species yang hidup sekarang dari
species-species yang hidup pada masa lampau.
2.
Prinsip evolusi terjadi karena adanya seleksi
alam.
Ajaran teori evolusi oleh
Darwin didasarkan pada pokok-pokok pikiran yaitu:
·
Tidak ada individu yang sama, artinya adanya
variasi di dalam satu keturunan.
·
Setiap makhluk hidup mempunyai kecenderungan
untuk bertambah karena perkembangbiakan.
·
Perkembangbiakan memerlukan makanan dan ruangan
yang cukup memadai.
·
Pertambahan populasi tidak berjalan terus menerus.
Evolusi biologi merupakan
proses dan diversifikasi organisme menurut waktu dan mempengaruhi semua aspek
kehidupannya: morfologi, fisiologi, perilaku dan ekologinya. Semua perubahan
ini karena perubahan material genetik yang diwariskan.
B. Mekanisme Evolusi
1.
Seleksi
Alam
Seleksi alam adalah
proses di mana mutasi genetika yang meningkatkan keberlangsungan dan reproduksi
suatu organisme menjadi (dan tetap) lebih umum dari generasi yang satu ke
genarasi yang lain pada sebuah populasi. Ia sering disebut sebagai mekanisme
yang "terbukti sendiri" karena:
·
Variasi
terwariskan terdapat dalam populasi organisme.
·
Organisme
menghasilkan keturunan lebih dari yang dapat bertahan hidup
·
Keturunan-keturunan
ini bervariasi dalam kemampuannya bertahan hidup dan bereproduksi.
Kondisi-kondisi ini
menghasilkan kompetisi antar organisme untuk bertahan hidup dan bereproduksi.
Oleh sebab itu, organisme dengan sifat-sifat yang lebih menguntungkan akan
lebih berkemungkinan mewariskan sifatnya, sedangkan yang tidak menguntungkan
cenderung tidak akan diwariskan ke generasi selanjutnya.
Konsep pusat seleksi
alam adalah kebugaran evolusi organisme. Kebugaran evolusi mengukur kontribusi
genetika organisme pada generasi selanjutnya. Namun, ini tidaklah sama dengan
jumlah total keturunan, melainkan kebugaran mengukur proporsi generasi tersebut
untuk membawa gen sebuah organisme. Karena itu, jika sebuah alel meningkatkan
kebugaran lebih daripada alel-alel lainnya, maka pada tiap generasi, alel
tersebut menjadi lebih umum dalam populasi. Contoh-contoh sifat yang dapat
meningkatkan kebugaran adalah peningkatan keberlangsungan hidup dan fekunditas.
Sebaliknya, kebugaran
yang lebih rendah yang disebabkan oleh alel yang kurang menguntungkan atau
merugikan mengakibatkan alel ini menjadi lebih langka. Adalah penting untuk
diperhatikan bahwa kebugaran sebuah alel bukanlah karakteristik yang tetap.
Jika lingkungan berubah, sifat-sifat yang sebelumnya bersifat netral atau
merugikan bisa menjadi menguntungkan dan yang sebelumnya menguntungkan bisa menjadi
merugikan.
Bidang riset yang aktif
dalam bidang biologi evolusi pada saat ini adalah satuan seleksi, dengan
seleksi alam diajukan bekerja pada tingkat gen, sel, organisme individu,
kelompok organisme, dan bahkan spesies. Dari model-model ini, tiada yang eksklusif,
dan seleksi dapat bekerja pada beberapa tingkatan secara serentak. Di bawah
tingkat individu, gen yang disebut transposon berusaha mengkopi dirinya di
seluruh genom. Seleksi pada tingkat di atas individu, seperti seleksi kelompok,
dapat mengijinkan evolusi ko-operasi.
Seleksi
alam populasi berwarna kulit gelap.
2. Hanyutan
Genetika
Hanyutan genetika atau ingsut genetik
merupakan perubahan frekuensi alel dari satu generasi ke generasi selanjutnya
yang terjadi karena alel pada suatu keturunan merupakan sampel acak (random
sample) dari orang tuanya; selain itu ia juga terjadi karena peranan
probabilitas dalam penentuan apakah suatu individu akan bertahan hidup dan
bereproduksi atau tidak. Dalam istilah matematika, alel berpotensi mengalami
galat percontohan (sampling error). Karenanya, ketika gaya dorong selektif
tidak ada ataupun secara relatif lemah, frekuensi-frekuensi alel cenderung
"menghanyut" ke atas atau ke bawah secara acak (langkah acak).
Hanyutan ini berhenti ketika sebuah alel pada akhirnya menjadi tetap, baik
karena menghilang dari populasi, ataupun menggantikan keseluruhan alel lainnya.
Hanyutan genetika oleh karena itu dapat mengeliminasi beberapa alel dari sebuah
populasi hanya karena kebetulan saja. Bahkan pada ketidakadaan gaya selektif,
hanyutan genetika dapat menyebabkan dua populasi yang terpisah dengan stuktur
genetik yang sama menghanyut menjadi dua populasi divergen dengan set alel yang
berbeda.
Waktu untuk sebuah alel menjadi tetap
oleh hanyutan genetika bergantung pada ukuran populasi, dengan fiksasi terjadi
lebih cepat dalam populasi yang lebih kecil. Pengukuran populasi yang tepat
adalah ukuran populasi efektif, yakni didefinisikan oleh Sewall Wright sebagai
bilangan teoritis yang mewakili jumlah individu berkembangbiak yang akan
menunjukkan derajat perkembangbiakan terpantau yang sama.
C. Akibat Evolusi
Beberapa
akibat dari evolusi antara lain:
1. Adaptasi
Adaptasi merupakan struktur atau
perilaku yang meningkatkan fungsi organ tertentu, menyebabkan organisme menjadi
lebih baik dalam bertahan hidup dan bereproduksi. Ia diakibatkan oleh kombinasi
perubahan acak dalam skala kecil pada sifat organisme secara terus menerus yang
diikuti oleh seleksi alam varian yang paling cocok terhadap lingkungannya. Proses
ini dapat menyebabkan penambahan ciri-ciri baru ataupun kehilangan ciri-ciri
leluhur. Contohnya adalah adaptasi bakteri terhadap seleksi antibiotik melalui
perubahan genetika yang menyebabkan resistansi antibiotik. Hal ini dapat
dicapai dengan mengubah target obat ataupun meningkatkan aktivitas transporter
yang memompa obat keluar dari sel. Contoh lainnya adalah bakteri Escherichia coli yang berevolusi menjadi
berkemampuan menggunakan asam sitrat sebagai nutrien pada sebuah eksperimen laboratorium
jangka panjang, ataupun Flavobacterium
yang berhasil menghasilkan enzim yang mengijinkan bakteri-bakteri ini tumbuh di
limbah produksi nilon.
Namun, banyak sifat-sifat yang tampaknya
merupakan adaptasi sederhana sebenarnya merupakan eksaptasi, yakni struktur
yang awalnya beradaptasi untuk fungsi tertentu namun secara kebetulan memiliki
fungsi-fungsi lainnya dalam proses evolusi. Contohnya adalah cicak Afrika Holaspis guentheri yang mengembangkan
bentuk kepala yang sangat pipih untuk dapat bersembunyi di celah-celah retakan,
seperti yang dapat dilihat pada kerabat dekat spesies ini. Namun, pada spesies
ini, kepalanya menjadi sangat pipih, sehingga hal ini membantu spesies tersebut
meluncur dari pohon ke pohon. Contoh lainnya adalah penggunaan enzim dari
glikolisis dan metabolisme xenobiotik sebagai protein struktural yang dinamakan
kristalin (crystallin) dalam lensa mata organisme.
Ketika adaptasi terjadi melalui modifikasi
perlahan pada stuktur yang telah ada, struktur dengan organisasi internal dapat
memiliki fungsi yang sangat berbeda pada organisme terkait. Ini merupakan
akibat dari stuktur leluhur yang diadaptasikan untuk berfungsi dengan cara yang
berbeda. Tulang pada sayap kelelawar sebagai contohnya, secara struktural sama
dengan tangan manusia dan sirip anjing laut oleh karena struktur leluhur yang
sama yang mempunyai lima jari. Ciri-ciri anatomi idiosinkratik lainnya adalah
tulang pada pergelangan panda yang terbentuk menjadi "ibu jari"
palsu, mengindikasikan bahwa garis keturunan evolusi suatu organisme dapat
membatasi adaptasi apa yang memungkinkan.
Selama adaptasi, beberapa struktur dapat
kehilangan fungsi awalnya dan menjadi struktur vestigial. Struktur tersebut
dapat memiliki fungsi yang kecil atau sama sekali tidak berfungsi pada spesies
sekarang, namun memiliki fungsi yang jelas pada spesies leluhur atau spesies
lainnya yang berkerabat dekat. Contohnya meliputi pseudogen, sisa mata yang
tidak berfungsi pada ikan gua yang buta, sayap pada burung yang tidak dapat
terbang, dan keberadaan tulang pinggul pada ikan paus dan ular. Contoh stuktur
vestigial pada manusia meliputi geraham bungsu, tulang ekor, dan umbai cacing
(apendiks vermiformis).
2. Koevolusi
Interaksi
antar organisme dapat menghasilkan baik konflik maupuan koopreasi. Ketika
interaksi antar pasangan spesies, seperti patogen dengan inang atau predator
dengan mangsanya, spesies-spesies ini mengembangkan set adaptasi yang
bersepadan. Dalam hal ini, evolusi satu spesies menyebabkan adaptasi spesies
ke-dua. Perubahan pada spesies ke-dua kemudian menyebabkan kembali adaptasi spesies
pertama. Siklus seleksi dan respon ini dikenal sebagai koevolusi. Contohnya
adalah produksi tetrodotoksin pada kadal air Taricha granulosa dan evolusi resistansi tetrodotoksin pada
predatornya, ular Thamnophis sirtalis.
Pada pasangan predator-mangsa ini, persaingan senjata evolusioner ini
mengakibatkan kadar racun yang tinggi pada mangsa dan resistansi racun yang
tinggi pada predatornya.
3. Kooperasi
Tidak semua interaksi antar spesies
melibatkan konflik. Pada kebanyakan kasus, interaksi yang saling menguntungkan
berkembang. Sebagai contoh, kooperasi ekstrem yang terdapat antara tanaman
dengan fungi mycorrhizal yang tumbuh di akar tanaman dan membantu tanaman
menyerap nutrien dari tanah. Ini merupakan hubungan timbal balik, dengan
tanaman menyediakan gula dari fotosintesis ke fungi. Pada kasus ini, fungi
sebenarnya tumbuh di dalam sel tanaman, mengijinkannya bertukar nutrien dengan
inang manakala mengirim sinyal yang menekan sistem immun tanaman.
Koalisi antara organisme spesies yang
sama juga berkembang. Kasus ekstrem ini adalah eusosialitas yang ditemukan pada
serangga sosial, seperti lebah, rayap, dan semut, di mana serangga mandul
memberi makan dan menjaga sejumlah organisme dalam koloni yang dapat berkembang
biak. Pada skala yang lebih kecil sel somatik yang menyusun tubuh seekor hewan
membatasi reproduksinya agar dapat menjaga organisme yang stabil, sehingga
kemudian dapat mendukung sejumlah kecil sel nutfah hewan untuk menghasilkan
keturunan. Dalam kasus ini, sel somatik merespon terhadap signal tertentu yang
menginstruksikannya untuk tumbuh maupun mati. Jika sel mengabaikan signal ini
dan kemudian menggandakan diri, pertumbuhan yang tidak terkontrol ini akan
menyebabkan kanker.
Kooperasi dalam spesies diperkirakan
berkembang melalui proses seleksi sanak (kin selection), di mana satu organisme
berperan memelihara keturunan sanak saudaranya. Aktivitas ini terseleksi karena
apabila individu yang "membantu" mengandung alel yang mempromosikan
aktivitas bantuan, adalah mungkin bahwa sanaknya "juga" mengandung
alel ini, sehingga alel-alel tersebut akan diwariskan. Proses lainnya yang
mempromosikan kooperasi meliputi seleksi kelompok, di mana kooperasi memberikan
keuntungan terhadap kelompok organisme tersebut.
4. Pembentukan
Spesies Baru (Spesiasi)
Spesiasi adalah proses suatu spesies
berdivergen menjadi dua atau lebih spesies. Ia telah terpantau berkali-kali
pada kondisi laboratorium yang terkontrol maupun di alam bebas. Pada organisme
yang berkembang biak secara seksual, spesiasi dihasilkan oleh isolasi
reproduksi yang diikuti dengan divergensi genealogis.
Empat
mekanisme spesiasi
Terdapat empat mekanisme spesiasi. Yang
paling umum terjadi pada hewan adalah spesiasi alopatrik, yang terjadi pada
populasi yang awalnya terisolasi secara geografis, misalnya melalui fragmentasi
habitat atau migrasi. Seleksi di bawah kondisi demikian dapat menghasilkan
perubahan yang sangat cepat pada penampilan dan perilaku organisme. Karena
seleksi dan hanyutan bekerja secara bebas pada populasi yang terisolasi,
pemisahan pada akhirnya akan menghasilkan organisme yang tidak akan dapat
berkawin campur.
Mekanisme kedua spesiasi adalah spesiasi
peripatrik, yang terjadi ketika sebagian kecil populasi organisme menjadi
terisolasi dalam sebuah lingkungan yang baru. Ini berbeda dengan spesiasi
alopatrik dalam hal ukuran populasi yang lebih kecil dari populasi tetua. Dalam
hal ini, efek pendiri menyebabkan spesiasi cepat melalui hanyutan genetika yang
cepat dan seleksi terhadap lungkang gen yang kecil.
Mekanisme ketiga spesiasi adalah
spesiasi parapatrik. Ia mirip dengan spesiasi peripatrik dalam hal ukuran
populasi kecil yang masuk ke habitat yang baru, namun berbeda dalam hal tidak
adanya pemisahan secara fisik antara dua populasi. Spesiasi ini dihasilkan dari
evolusi mekanisme yang mengurangi aliran genetika antara dua populasi. Secara
umum, ini terjadi ketika terdapat perubahan drastis pada lingkungan habitat
tetua spesies. Salah satu contohnya adalah rumput Anthoxanthum odoratum, yang
dapat mengalami spesiasi parapatrik sebagai respon terhadap polusi logam
terlokalisasi yang berasal dari pertambangan. Pada kasus ini, tanaman
berevolusi menjadi resistan terhadap kadar logam yang tinggi dalam tanah.
Seleksi keluar terhadap kawin campur dengan populasi tetua menghasilkan
perubahan pada waktu pembungaan, menyebabkan isolasi reproduksi. Seleksi keluar
terhadap hibrid antar dua populasi dapat menyebabkan "penguatan",
yang merupakan evolusi sifat yang mempromosikan perkawinan dalam spesies, serta
peralihan karakter, yang terjadi ketika dua spesies menjadi lebih berbeda pada
penampilannya.
Mekanisme keempat spesiasi adalah
spesiasi simpatrik, di mana spesies berdivergen tanpa isolasi geografis atau
perubahan pada habitat. Mekanisme ini cukup langka karena hanya dengan aliran
gen yang sedikit akan menghilangkan perbedaan genetika antara satu bagian
populasi dengan bagian populasi lainnya. Secara umum, spesiasi simpatrik pada
hewan memerlukan evolusi perbedaan genetika dan perkawinan tak-acak,
mengijinkan isolasi reproduksi berkembang.
Salah satu jenis spesiasi simpatrik
melibatkan perkawinan silang dua spesies yang berkerabat, menghasilkan spesies
hibrid. Hal ini tidaklah umum terjadi pada hewan karena hewan hibrid bisanya
mandul. Sebaliknya, perkawinan silang umumnya terjadi pada tanaman, karena
tanaman sering menggandakan jumlah kromosomnya, membentuk poliploid. Ini
mengijinkan kromosom dari tiap spesies tetua membentuk pasangan yang sepadan
selama meiosis. Salah satu contoh kejadian spesiasi ini adalah ketika tanaman
Arabidopsis thaliana dan Arabidopsis arenosa berkawin silang, menghasilkan
spesies baru Arabidopsis suecica. Hal ini terjadi sekitar 20.000 tahun yang
lalu, dan proses spesiasi ini telah diulang dalam laboratorium, mengijinkan
kajian mekanisme genetika yang terlibat dalam proses ini. Sebenarnya,
penggandaan kromosom dalam spesies merupakan sebab utama isolasi reproduksi,
karena setengah dari kromosom yang berganda akan tidak sepadan ketika berkawin
dengan organisme yang kromosomnya tidak berganda.
Pertukaran material
genetik antara kelompok
tersebut melalui mekanisme isolasi (baik sebelum mau pun
setelah perkawinan).
Isolasi
sebelum perkawinan:
•
Isolasi musiman atau habitat:
lawan jenis tidak dapat
ditemui karena matang kawin pada musim
yang berbeda atau
terdapat pada habitat berbeda.
•
Isolasi seksual atau
polalaku: kedua jenis
kelamin dari dua
spesies binatang mungkin
terdapat pada lokasi
dan waktu yang
sama tetapi pola “berpasangannya” berbeda
sehingga mencegah perkawinan.
Misal, Drosophila melanogaster
dan Drosophila simulans
tidak berkawin meskipun dalam
lokasi yang sama
karena polalaku yang berbeda.
Isolasi setelah perkawinan:
· Mortalitas
gametik: sperma atau telur dibinasakan karena perkawinan
antara spesies. Tepung
sari tidak mampu
tumbuh pada stigma
dari spesies lain.
· Mortalitas
sigotik dan inviabilitas hibrid: telur mengalami fertilisasi tetapi tidak dapat
berkembang, atau berkembang menjadi
organisme tetapi dengan viabilitas yang
menurun.
· Sterilitas hibrid:
hibrid memiliki viabilitas
normal tetapi steril
secara reproduktif.
II. KEPUNAHAN JENIS
A. Pengertian Kepunahan Jenis
Kepunahan merupakan kejadian hilangnya
keseluruhan spesies. Kepunahan bukanlah peristiwa yang tidak umum, karena
spesies secara reguler muncul melalui spesiasi dan menghilang melalui
kepunahan. Sebenarnya, hampir seluruh spesies hewan dan tanaman yang pernah hidup
di bumi telah punah, dan kepunahan tampaknya merupakan nasib akhir semua
spesies. Kepunahan telah terjadi secara terus menerus sepanjang sejarah
kehidupan, walaupun kadang-kadang laju kepunahan meningkat tajam pada peristiwa
kepunahan massal. Peristiwa kepunahan Kapur-Tersier adalah salah satu contoh
kepunahan massal yang terkenal, di mana dinosaurus menjadi punah. Namun
peristiwa yang lebih awal, Peristiwan kepunahan Perm-Trias lebih buruk, dengan
sekitar 96 persen spesies punah. Peristiwa kepunahan Holosen merupakan
kepunahan massal yang diasosiasikan dengan ekspansi manusia ke seluruh bumi
selama beberapa ribu tahun. Laju kepunahan masa kini 100-1000 kali lebih besar
dari laju latar, dan sampai dengan 30 persen spesies dapat menjadi punah pada
pertengahan abad ke-21. Aktivitas manusia sekarang menjadi penyebab utama
peristiwa kepunahan yang sedang berlangsung ini. Selain itu, pemanasan global
dapat mempercepat laju kepunahan lebih lanjut.
Peranan kepunahan pada evolusi
tergantung pada jenis kepunahan tersebut. Penyebab persitiwa kepunahan
"tingkat rendah" secara terus menerus (yang merupakan mayoritas kasus
kepunahan) tidaklah jelas dan kemungkinan merupakan akibat kompetisi antar
spesies terhadap sumber daya yang terbatas (prinsip hindar-saing). Jika
kompetisi dari spesies lain mengubah probabilitas suatu spesies menjadi punah,
hal ini dapat menghasilkan seleksi spesies sebagai salah satu tingkat seleksi
alam. Peristiwa kepunahan massal jugalah penting, namun daripada berperan
sebagai gaya selektif, ia secara drastis mengurangi keanekaragaman dan
mendorong evolusi cepat secara tiba-tiba serta spesiasi pada makhluk yang
selamat dari kepunahan.
B. Penyebab Kepunahan Jenis
Faktor
penyebab kepunahan suatu spesies antara lain:
1. Daya
Regenerasi Yang Rendah
Banyak
hewan yang butuh waktu lama untuk masuk ke tahap berkembang biak, biasa
memiliki satu anak perkelahiran, butuh waktu lama untuk merawat anak, sulit
untuk kawin, anaknya sulit untuk bertahan hidup hingga dewasa, dan sebagainya.
Tumbuhan tertentu pun juga terkadang membutuhkan persyaratan situasi dan
kondisi yang langka untuk bisa tumbuh berkembang. Hal tersebut menyulitkan
spesies yang memiliki daya regenerasi / memiliki keturunan rendah untuk
memperbanyak dirinya secara signifikan. Berbeda dengan tikus, ayam, lalat,
kelinci, dll yang mudah untuk melakukan regenerasi.
2. Campur
Tangan Manusia
Adanya manusia terkadang menjadi
malapetaka bagi keseimbangan makhluk hidup di suatu tempat. Manusia kadang
untuk mendapatkan sesuatu yang berharga rela membunuh secara membabi buta tanpa
memikirkan regenerasi hewan atau tumbuhan tersebut. Gajah misalnya dibunuhi
para pemburu hanya untuk diambil gadingnya, harimau untuk kulitnya, monyet
untuk dijadikan binatang peliharaan, dan lain sebagainya.
Perubahan areal hutan menjadi pemukiman,
pertanian dan perkebunan juga menjadi salah satu penyebab percepatan kepunahan
spesies tertentu. Mungkin di jakarta jaman dulu terdapat banyak spesies lokal,
namun seiring terjadinya perubahan banyak spesies itu hilang atau pindah ke
daerah wilayah lain yang lebih aman.
3. Bencana
Alam Besar
Adanya
bencana super dahsyat seperti tumbukan meteor seperti yang terjadi ketika jaman
dinosaurus memungkinkan banyak spesies yang mati dan punah tanpa ada satu pun
yang selamat untuk meneruskan keturunan di bumi. Sama halnya dengan jika
habitat spesies tertentu yang hidup di lokasi yang sempit terkena bencana besar
seperti bancir, kebakaran, tanah longsor, tsunami, tumbukan meteor, dan lain
sebagainya maka kepunahan mungkin tidak akan terelakkan lagi.
4. Didesak
Populasi Lain Yang Kuat
Kompetisi
antar predator seperti macan tutul dengan harimau mampu membuat pesaing yang
lemah akan terdesak ke wilayah lain atau bahkan bisa mati kelaparan secara
masal yang menyebabkan kepunahan.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan
uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa:
1. Evolusi (dalam kajian biologi)
berarti perubahan pada sifat-sifat terwariskan suatu populasi
organisme
dari satu generasi ke generasi berikutnya.
3. Akibat
dari evolusi antara lain: adaptasi, koevolusi, kooperasi, dan seleksi alam.
4. Kepunahan
jenis merupakan kejadian hilangnya keseluruhan spesies.
5. Faktor
penyebab kepunahan suatu spesies antara lain: daya regenerasi yang rendah,
campur tangan manusia, bencana alam besar, dan didesak populasi lain yang kuat.
Jaringan Tumbuhan
BalasHapusSel tumbuhan
Stomata
Pengertian Ekosistem